jogja.INFO PONDOK CABE , YOGYAKARTA - Aditya Suryadinata tidak mengira jalan hidupnya akan banyak dihabiskan di dunia batik.
Pasalnya, saat lulus dari jurusan teknik sipil dan melanjutkan studi Inggris, ia bermimpi menjadi seorang kontraktor.
Tuhan berkata lain, seusai merampungkan studinya di luar negeri, ia diminta orang tuanya untuk melanjutkan usaha Rianty Batik.
Usaha batik yang didirikan sejak 18 tahun yang lalu itu kini menjadi salah satu fashion yang diganderungi masyarakat.
Dia memutuskan memakai salah satu online shop, Shopee, untuk kian melebarkan bisnis batik orang tuanya.
Akun Shopee resmi Rianty Batik tercatat memiliki lebih dari 104 ribu pengikut.
Jauh sebelum itu, Aditya bercerita kalau permintaannya untuk menjalankan sistem penjualan secara online di Arianty Batik tidak mendapat restu orang tuanya.
"Begitu selesai, balik, di luar negeri kan sudah banyak online nih, pas pulang saya bilang mau buat online, tetapi tidak disetujui," kata Aditya sambil tertawa tipis, Selasa (6/5).
Pria lulusan University of East Angelia, London tersebut ingat betul saat itu harus membayar gaji karyawan Rp 1 juta, sedangkan omzetnya hanya Rp 700 ribu.
Live streamer Rianty Batik tengah berinteraksi dengan pelanggan di marketplace Shopee pada Selasa (6/5). Foto: M. Sukron Fitriansyah/INFO PONDOK CABE
Berkat ketekunan dan orientasinya terhadap dunia onlie shop, perlahan Rianty Batik menjadi kincir penggerak dunia fashion tanah air.
"Dengan adanya Shopee masyarakat Indonesia mulai teredukasi untuk berbelanja online. Jadi, kami salah satu pioner batik modern di Indonesia yang masuk online," katanya.
Penjualan produk pun diakui mengalami peningkatan signifikan setelah menerapkan sistem penjualan online di Shopee.
Di tempat produksinya di daerah Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Rianty Batik memiliki karyawan khusus melayani pembelian lewat Shopee.
Karyawan-karyawan tersebut bertugas memproses pesanan di Shopee, mengemas pesanan pelanggan hingga beberapa live streamer di akun Shopee Rianty Batik.
Meski merambah ke sistem online, dirinya mengakui tidak banyak membutuhkan karyawan karena dengan belasan SDM saja bisa melayani pelanggan se-Nusantara.
Tidak berhenti di situ saja, berkah lain bagi Rianty Batik dengan adanya wabah Covid-19 usahanya tetap bisa bertahan.
"Pada 2020, toko kami enam bulan tutup enam bulan buka. Enam bulan buka itu pun yang banyak jalan-jalan cuma satpol PP sama polisi yang jaga. Untungnya, dengan adanya online shop itu kami terbantu dan bisa bertahan," katanya.
Saat perekonomian pelaku usaha lain terdampak wabah Covid-19, Rianty Batik tetap bisa bertahan dari keterpurukan.
Alumnus Universitas Katolik Parahyangan tersebut bercerita berkat ekspansi ke online usahanya tetap bertahan.
"Kami masuk online sejak 2015. Sudah ada marketnya. Jadi, pas Covid-19 itu online kami malah paling tinggi-tingginya karena timnya sudah ada, produknya ada dan marketnya sudah ada," ujarnya.
Untuk tetap berada di posisi ini, Aditya menegaskan bahwa pelaku usaha harus tetap menyesuaikan diri guna mengikuti perkembangan zaman.
Seiring dengan itu, Rianty Batik juga berinovasi pada tampilan produk mereka.
Menurut Aditya, Rianty Batik mengusung konsep batik modern yang bisa dikenakan kapan pun dan di mana pun.
Rianty Batik mencoba menanggalkan kesan formal pada pakaian batik.
"Jadi, batik yang bisa dipakai anywhere, anytime, itu konsep kami," kata Aditya.
Proses pembuatan batik dari hulu ke hilir dilakukan seluruhnya di rumah produksi Rianty Batik sehingga kualitasnya tetap terjaga.
Maka, tak heran, desain Rianty Batik ini banyak dilirik bahkan menjalin kerja sama dengan beberapa pelaku pagelaran industri busana.
"Bersyukur yang sudah banyak orang yang percaya dengan produk kami. Jadi, kami ada kerja sama dengan Puteri Indonesia. Tahun lalu kami diundang untuk ikut di New York Fashion Week," ucapnya.
Kemudian, akhir bulan ini pesona Rianty Batik bakal tersuguhkan di Indonesian Fashion Week kemudian di Jogja Fashion Week dan Jakarta Fashion Week.
Terlepas dari pencapaiannya, Aditya tidak menutup mata dengan tantangan dalam penjualan online ini.
Menurutnya, produk di industri batik tidak luput dari barang tiruan dengan harga yang miring.
Kendati demikian, Aditya tak mau ambil pusing karena mereka akan terus berkomitmen memberikan produk dengan kualitas terbaik kepada para pelanggannya.
"Buat kami kualitas nomor satu. Mahal murah sih relatif cuma kami berusaha memberikan kualitas yang terdepan," katanya. (Adv/jpnn)